Sunday, December 6, 2009

Prosa kamar ibu

Mungkin engkau mengajakku sembunyi. Di lubang
galian Jepang selama tiga bulan. Kita bercinta
secara kasar. Penismu kumasukkan ke vaginaku dan melenguh
sambil membawa kesumat milik agama. Dan ekstase lagu cinta
milik jiwa kita. Mungkin hanya ruang kamar dan angan kanak
tentang luasnya surga dan baiknya Tuhan.

Agar ibu tak menjadikan batu sebagai hatinya yang baru

kita pun suatu saat pasti menyusun rumusan bahwa rindu
begitu absurd. Jika memang benar hiruk-pikuk ini adalah bayangan
paling jelas dari gambaran nyanyian kita. Adalah wangi di deretan
batu-batu hitam dan sedikit matahari. Kita menyangga jarak
dan kehidupan lama biarlah tumbal. Kita kaum gelisah yang
kebanyakan, bukan?

Ah, kita dengan ikhlas terdampar di teriakan luka. Bisikan
paling cinta sudah kita acuhkan. Kita bahagia atau menderita.
Kita cuma dendam pada hampa. Dan ibu sebagai salah satu
bagian merepotkan saat kita pindah pemahaman. Ibu harus dibunuh.
Dunia mungkin kembali utuh. Segalanya tak perlu dirubuhkan
satu-satu lalu dibangun kembali satu-satu. Batu pun tak perlu
dijadikan metafor lucu untuk hati ibu. Lubang Jepang mungkin
sekedar rekreasi fantasi kita.

Ibu harus dibunuh. Dunia mungkin kembali utuh. Segalanya
tak perlu kembali abu-abu.

Dan engkau kekasihku, godalah tubuhku menikmati rahasia kamar
ibu.

No comments:

Post a Comment