Friday, February 3, 2012

Dalam tumpukan siang hari, Simpang Lima

Martin Cooper dan Motorolla tahun 1973 mungkin tidak berpikir jika penemuan mereka memiliki efek mendasar dalam kehidupan. Handphone, ide mereka itu ternyata ikut menyumbangkan efek domino pada dunia, sebuah revolusi mesin digital. Keberlanjutan dari revolusi industrinya James watt. Visi handphone Cooper selama ini didapat dari film star trek. Awalnya ia kagum pada komunikator yang dimiliki Kapten Kirk di film Star Trek. Pada awalnya, segala hal adalah imajinasi. Sebuah imajinasi yang ada di dunia ide bagi Cooper bisa menjadi, bisa "real". Dan pada Joel, teknokrat Bell labs-perusahaan telekomunikasi raksasa di Amerika saat itu yang bagi Joel dan Motorolla adalah Goliath, Cooper menyiratkan sorak sorai implementasi idenya pada panggilan pertama penggunaan handphone: "Joel, I'm calling you from a 'real' cellular telephone. A portable handheld telephone."

Maka, tahun 2007 majalah TIME menjatuhkan penghargaan "Best Inventor" pada Cooper. Sejajar dengan Tesla dan Newton yang juga memberi pengaruh mendasar pada dunia pengetahuan manusia. Pengaruh mendasar yang kemudian disebut masyarakat sebagai revolusi digital: mesin ketik menjadi komputer, piringan hitam menjadi DVD, dan telpon rumah menjadi handphone. Dan Cooper, Paul Gregg, atau Von Neumann tidak dapat membendung lagi pengembangan penemuan-penemuan mereka di revolusi paling kontemporer ini.

Saya tidak bisa membayangkan seandainya Cooper menelpon istri, kekasih, atau mungkin keluarganya pada panggilan pertamanya. Ia memilih Joel, teknokrat yang bagi Cooper adalah teknokrat yang jauh lebih berpengalaman daripadanya, yang juga menjadi saingan utamanya saat itu dalam persaingan menciptkan telpon portabel yang mobile. Pun pada panggilan kedua handphone pertama di dunia itu, ia malah menyerahkan handphone pada wartawan dan pejalan kaki di sekitar New York Hilton hotel untuk ikut mencobanya. Saya lalu terlempar ke film The King's Speech. Di meja makan, Logue, diperankan Geoffrey Rush yang bagi saya lebih asyik aktingnya daripada Collin Firth, bercerita pada istrinya, Myrtle jika ia mendapat pasien sangat spesial. Tapi kemudian ia tidak melanjutkan siapakah sang pasien itu hingga sang pasien yang kemudian jadi King George VI mendatangi rumah mereka berdua.

Saya tidak tahu kehidupan pribadi Cooper. Tapi bayangkan seandainya Cooper menelpon istrinya atau anaknya atau siapapun yang memiliki keterikatan emosi paling dekat di kehidupan pribadinya. Bayangkan bagaimana media akan memblow up habis-habisan kejadian paling romantis di era revolusi digital itu. Bayangkan bagaimana reaksi Myrtle jika Logue, seorang nekad yang tidak punya latar belakang akademis terapi mulut, bercerita pada Myrtle bahwa ia sedang menangani anak kedua seorang Raja Inggris yang menjadi permasalahan se-Britania Raya karena kegagapanya. Betapa monumentalnya sebuah arti komunikasi pada kedua contoh kasus yang saya sebutkan itu.


Kutulis lagi sebuah puisi
mungkin untukmu, mungkin juga bukan
kata-kata selalu punya banyak kemungkinan,
seperti waktu, seperti tubuhmu.
...............................


Kata-kata adalah alat komunikasi. Padanya kita menyingkap banyak makna, banyak kemungkinan. Sebagai pengantar ide, kata-kata mau tidak mau menjadi sebuah jalan nasional di sebuah pulau besar gagasan. Sebagai jalan utama, ia memiliki banyak cabang, dari jalan propinsi, jalan kabupaten, hingga jalan desa. Seperti waktu yang merelatifkan banyak kejadian, kata-kata mampu menisbikan berbagai pengertian dan ide. Seperti tubuh tokoh imajinasi Ahda Imran dalam puisi itu, kata-kata memiliki berbagai bayangan mau kita imajikan seperti apa ia.

Maka komunikasi mau tidak mau harus berada dalam satu paket tatanan gagasan. Artinya, jika ingin mempertahankan satu ide dalam sebuah kata/kalimat/komunikasi sebagai ide mutlak, tanpa menerima berbagai pengertian lain, silahkan bermonolog. Dalam duplik cerpen 'langit makin mendung', H.B Jassin, pada paragraf keduanya, paragraf setelah ucapan terima kasihnya, langsung mempermasalahkan sikap jaksa penuntut umum yang tidak mau membuka komunikasi, tidak mau membuka berbagai kemungkinan lain atas cerpen Ki Pandjikusmin. Bagi Jassin, Jaksa lebih suka bermonolog, berbicara dalam jurusan pikiran sendiri. Lebih jauh, Jassin berkata jika jaksa tidak terbuka hatinya bagi keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan yang positif. Jassin, orang yang bergelut di dunia kata-kata itu dengan tegas memastikan jika kata-kata memiliki pengaruh yang besar pada hati, pada perasaan. Hati, sesuatu yang terkait dengan rasa, sense, menjadi hal yang paling menohok ketika Jassin membicarakan permasalahan Jaksa itu. Saya tidak mampu menahan implikasi besar jika setiap orang di dunia bermonolog, memutlakkan idenya akan kata tanpa mau menerima kemungkinan lain.