Friday, August 27, 2010

Raditya Dika di semesta blog kaum muda: Stasiun yang sudah mulai tergerus terminal bis.

Stasiun selalu menjadi simbol dari kedatangan, penantian, kepergian, melakolisme cinta, melankolisme perasaan. Macam sajak Acep ini yang berjudul "Tugu":
1
Di stasiun peninggalan kolonial, di bangku hijau
Yang berjejer menghadap rel, seorang perempuan putih
Menyampaikan sesuatu: mungkin isyarat, mungkin juga wasiat
Atau semacam maklumat yang santai
Tentang cinta yang langka. “Tahun depan aku kembali,” bisiknya
Dan perempuan putih itu (sebut saja demikian karena kulitnya terang
Karena kontras dengan kebaya luriknya yang kelam) berdiri dan berjalan
Ke pinggir rel, menyongsong datangnya kereta
Dari timur kereta datang. Rel bergetar, dinding ratusan tahun bergetar
Tiang besi, atap seng, gantungan lampu, jam besar
Semua bergetar. Dari timur kereta kusam yang bersaput debu
Datang dengan tulisan di badannya: Biru Malam
Seorang lelaki berkacamata hitam melambai, tapi lunglai
Seperti adegan film India. Lelaki itu
Tak bisa menahan bergulirnya airmata
(Padahal rambutnya gimbal, memakai gelang dan anting
Serta sebuah tato binatang di lengan kirinya)
Jarum pada jam seakan terdiam, seperti tiang besi yang dingin

Saya yakin anda tidak bisa menyangkal betapa eksotisnya sajak Acep ini. Seperti gadis jogja yang sedang membawa senyum kedamaian kota, sajak ini pasti begitu mudahnya masuk dan merasuki pikiran anda: menggoda anda buat menikmati yogya. Sajak ini membuat hasrat kita menyimbolkan stasiun jadi terpuaskan: seorang perempuan putih menyambut kedatangan lelaki yang datang dengan segala riwayat dan isyarat, didahului dengan getaran-getaran dua manusia itu yang menjalar dari rel lalu ke tembok dan berbagai bagian dari bangunan stasiun, sampai akhirnya semua getaran itu jadi airmata, jadi tenaga yang mendiamkan jarum jam, menghentikan waktu.

Stasiun jadi segala haru biru rindu dan emosi. Ia jadi semesta perasaan. Ia melebihi rumah, melebihi kedalaman samudra. Lihat juga sajak Koto yang judulnya "Stasiun Tugu, dini hari":
kereta bergerak, ceritamu retak.
kegalauanmu, sebentuk rasa dingin dan
berisik perjalanan. ritual malam
untuk mengusir jauh-jauh kecengengan
masa kecil; rambut ibu, bantal dan guling.
“setiap kali kau berusaha melupakan, setiap
itulah kau tengah mengingat.”
tak lagi kita dengar derak kereta terakhir
yang berlalu (ataukah pulang) malam ini.

di luar orang-orang cemas menunggu pagi,
menanti perjalanan yang begitu pasti.
“masalalu, seperti juga malam dan derak kereta
tak pernah selesai. tak ada yang bisa dilupakan.
yang perlu kau lakukan adalah mengingat,
memaafkan lalu melewatinya begitu saja.”

ceritaku mengambang begitu saja
stasiun tiba-tiba
menjadi begitu tua.

Anda pasti dapatkan kesan yang hampir sama pas baca sajak Koto itu (Koto menulis sajak itu buat temanya). Stasiun selalu menghasilkan kenangan, perasaan dingin, ingatan yang tak bisa dilupakan: Dan begitulah jika kita berjumpa/berpisah kembali dengan seseorang. Stasiun adalah muaranya.

Tapi, stasiun kereta bagi beberapa orang sudah terasa mulai membosankan untuk diekspose. Walaupun kadang sikap mengekspose itu terjadi karena sifatnya yang tida disengaja. Pengulangan terus menerus membuat kita lama-lama merasa ada di titik jenuh, bukan?!Stasiun dieksplorasi habis-habisan dalam hubunganya dengan perasaan. Tidakkah kita bosan?dan saya menyatakan diri saya bosan. Itulah yang jadi alesan kenapa kemudian saya blogwalking dan nemu beberapa blog baru yang bagus buat masuk ke daftar blog yang saya ikutin. Dan hari ini, setelah jalan kesana-kemari, mentok-mentok saya ke blognya Raditya Dika. Anda tau kan dia siapa?cari di gugel kalo g ngerti!

Saya tahu soal Dika lewat buku kambing jantanya. Heboh banget pas awal-awal buku itu terbit; fenomena baru; tulisan di blog untuk pertama kalinya jadi sebuah karya cetak berupa buku. Dan sampe bukunya Dika yang babi ngesot, saya g pernah sekalipun tertarik buka blognya Dika. Tapi kemudian ada inpotaimen ngasi saya kabar kalo Dika pacaran ama Sherina. Maka kagetlah saya, terkejutlah saya; bagaimana mungkin Sherina jatuh cinta ama Dika, padahal saya sudah make pelet kraton biar Sherina tergilagila sama saya. Maka saya bukalah blog Dika buat tahu dia make dukun mana.

Saya ngebaca blog dika seperti saya baca blog laen: blog dijadikan sarana catatan hidup si pemilik, dan dika nyeritainya dengan bahasanya yang luwes banget. Yupp, dan itulah yang menarik bagi banyak orang. Tapi sore ini, pas sinar matahari lagi judes-judesnya padahal udah sore, pas saya ngebuka blog dika, pas saya berharap nemu sesuatu dari tulisan dika, saya bukan main terkejut; Dika sudah lama tidak posting blog. Artina jangka waktu pstingan antara satu postingan ke satu postingan lama banget; lebih dari seminggu. Dan Dika terlihat tidak biasa kalo udah gitu. Ada apa Dika?

Temen saya ngejawab, "bodoh!dia lagi nerbitin buku dan pastinya dia trip kesana kemari buat promosilah!!...."
Saya nimpalin, "emang Dika miskin banget ya, ampe g punya laptop dan modem buat posting kalo lagi mobile?!"
Temen saya ngebales, "Waktunya yang g ada, bodoh!"
Saya yang bodoh ini menjawab. "OOOOooooo....." sambil grundel dalam hati "masak si g punya waktu?!"

Saya ngerasa punya jawaban lebih tepat daripada jawaban temen saya: Dika lebih enjoy ama twitternya kali ya??kayak orang-orang jaman sekarang itu......
Temen saya balesin, "suka-suka elu dah, dan....aku mau ke E-plaza dulu ya..."

Seperti stasiun, blog adalah tempat segala emosi lebih lengkap tercurahkan. Ia tidak membatasi pendatangnya dengan waktu, dengan jumlah karakter, atau dengan jenis postingan. Ia menerima segala keadaan. Ia bisa jadi semesta. Bagi beberapa rang muda yang punya begitu banyak pikiran, blog adalah sarana yang paling tepat, walaupun twitter dan facebook lebih merajalela. Blog masih tidak bisa dilupakan, masih tidak terasa membosankan. Dan semoga Dika kembali ke jalan yang benar(dan tidak senarsis saat dia launching bukunya seperti saat ini).
Amin!!!!!!!..................

Tuesday, August 17, 2010

Rashomon: film hitam putih yang nyeritain warna abu-abu

Ini film tentang bagaimana orang memandang sesuatu. Bayangin gini: anda dan 2 teman (yangbernama Jancok dan Sundel) lagi jalan-jalan ke rumah temen anda (sebut saja namanya Jangkrik). Ampe di depan kamar Jangkrik, anda mendengar suara uh-ah(tolong konotasikan istilah ini sebagai melakukan hubungan seksual). Anda dan 2temen anda itu pun iseng; ngintip dari jendela kamar yang g ketutup; Si Jangkrik lagi ML ama cewe (sebut saja namanya Awewek) yang ternyata adalah pacar temen anda yang rajin jadi aktivis remaja masjid (yang kita sebut saja namanya sebagai Dombi). 7 bulan kemudian, Si Awewek yang berjilbab besar itu ketauan hamil ama ortunya. Maka warga sekampung menuntut dia untuk dirajam. Tapi berkat Pak Kyai yang bukan main bijaksana dan arif sholehnya, Awewek tidak jadi dirajam. Awewek hanya diminta mengakui siapa lelaki yang telah menghamilinya, agar kemudian bisa dituntut pertanggungjawabanya sebagai lelaki.

Selidik punya selidik, Bapak-ibu Awewek mencurigai Jangkrik dan Dombi yang mengahamili anak mereka. Saya sebagai pengarang cerita ini pun tidak tahu bagaimana ceritanya bapak-ibu Awewek bisa mencurigai Jangkrik dan Dombi. Akhirnya mereka berdua dikirmin email tuntutan untuk segera terbang ke Merauke, rumah orang tua dan daerah kelahiran Awewek. Jangkrik dan Dombi pun kebakaran jenggot. Mereka berusaha mencari teman dan pendukung. Jangkrik menghubungi Jancok, dan Dombi menghubungi Sundel.

Jangkrik bertemu Jancok dan curhat soal Awewek. Jangkrik minta bantuan Jancok buat bersaksi di depan orangtua Awewek kalo Jangkrik sama sekali g punya hubungan deket ama Awewek. Bahkan Jangkrik minta tolong ke Jancok buat ngaku kalo Jancok pernah liat Dombi dan Awewek lagi ML di kantin kampus pas malem jumat 7bulan kemarin.Jangkrik juga sekalian minta Jancok ngaku kalo pas ngeliat Dombi ML ma Awewek,ia ngeliat darah perawan awewek. Atas kemauan kesaksian Jancok itu, Jangkrik mengahdiahi Jancok segepok duit 35juta rupiah plus pacaran ama 5 cewe cantik selama 2 tahun penuh. akhirnya kesepakatan mereka tercapai dengan senyum yang samasama puas. Lalu mereka berdua pergi sambil pegang-pegangan tangan buat nonton konser dangdut.

Di tempat lain, Dombi ketemu ama Sundel di halaman Masjid Istiqlal. Malam hari yang dingin di halaman masjid itu Dombi curhat plus nangis bombay ke Sundel soal email tuntutan orangtua Awewek. Sundel yang punya solidaritas tinggi dan rasa kesetiakawanan tanpa pandang teman merasa bersedih. Ia pun nangis bombay. Di antara sesenggukan bombay-nya, Dombi merasa ia mengalami perasaan paling ironis di dunia mengenai arti persahabatan: ia tahu dan yakin betul jika Jangkriklahyang mestinya bertanggung jawab atas hamilnya Awewek. Tapi Sundel yang juga tidak mau mencelakai Jangkrik merasa bingung dia harus bercerita ke Dombi atau tidak. Sundel cuma bisa nangis bombay sambil liat menara gereja Advent ama ke lapangan banteng: ia bayangkan dirinya adalah Pak Karno yang tidak ragu mengambil keputusan. Dombi bingung, Sundel bingung. Dombi minta tolong Sundel buat nemenin dia ketemu orang tuanya Awewek, sambil janjiin plesir ke Raja Empat plus wista indehoy ke lokasi-lokasi perempuan eksotis papua. Sundel mau menemani Dombi ke merauke. Tapi ia masi berpikir apa dia baiknya menolong Dombi saja daripada menolong Jangkrik.

Nah, apa yang terjadi saat keempat orang itu bertemu keluarganya Awewek?pastilah omongan-omongan yang berbeda dari empat orang yang ada. Pastina keluarga si awewek ngerasa bingung kan?!mana yang bener, mana yang salah. Dan itulah ang terjadi dengan film Rashomon.

Film ini nyeritain adanya 4 orang yang bersaksi soal matinya seorang samurai. Ada Penjahat jalanan yang namanya Tajomaru, ada penebang kayu yang katanya nyaksiin langsung pembunuhan si samurai, ada istri si samurai yang namanya Masako, dan pastinya ada si samurai yang terbunuh itu sendiri (yang dihadirkan cenayang/dukun buat bersaksi). Film ini nyeritain tentang betapa rentanya sebuah kesaksian yang tanpa bukti konkret. Film ini ngasi istilah "rashomon effect" di dunia akademis. Efek dari kesaksian yang tanpa bukti konkret itu adalah kebenaran yang subyektif, kebenaran dari sudut pandang personal, kebenaran yang sering kita alami akhir-akhir ini. Film ini menunjukkan betapa relatif, membingungkan dan absurdnya sebuah kebenaran jika berdasarkan pandangan subyektif. Setiap personal memiliki kebenaranya sendiri terhadap suatu masalah dengan didukung berbagai motivasi personalnya sendiri-sendiri. Film ini meminimalkan motivasi itu/hampir meniadakan. Tapi kita dapat meraba-raba/menduga-duga dikit-dikit. Dan inilah yang diceritain film ini, dugaan, spekulasi, perkiraan tidak cukup buat menyatakan kebenaran, ia perlu didukung bukti konkret.

Lalu yang jadi pertanyaanya adalah: gimana kalo ngomongin Tuhan?ato kesaksian orang-orang yang mengalamin stigmata, atao orang-orang yang ngalamin kejadian pernah ketemu mahkluk gaib ato orang-orang yang ngaku jadi nabi. Sebut saja begini; gimana membuktikan suatu kebenaran suatu masalah kalo masalah itu ada di luar akal manusia/imanen?Apakah mereka benar atau salah?ataukah mereka lagi make jurus relativitas kebenaran??

Friday, August 6, 2010

Sebotol cola di samping layar membawa saya sadar soal cahaya yang malu-malu keluar dari awan mendung

Saya kadang g paham tentang pagi hari. Di pagi hari semua kekacauan dan keteraturan dunia dimulai. Di sana, kita, manusia, ada dalam posisi yang ambigu; tidak jelas akan menghadapi apa saja plus berada dalam perasaan nyaman; kenyamanan yang ilutif. Yang bikin saya g paham, pagi hari sering mendapat banyak apresiasi bagus, indah, ciamik, mantab dan banyak apreisasi yang cenderung postif lainya (belum ada survei pasti si). Saya manusia yang belum nemu jati diri ini berada dalam posisi g paham, bagaimanakah pagi membuat perasaan kita sangat positif. Saya sering ketakutan dengan perasaan yang kadang bersifat ilusi itu. Tuhanku yang Maha Baik, tidakkah kita selalu mengerti hambamu ini ada di mana?!

Saya kadang g paham tentang nasihat, saran, simpati. Di dunia ini banyak sekali saya liat nasihat, saran, simpati dan banyak bentuk gagasan/ide yang cuma jadi omong kosong. Saya tidak paham bagaimana kita bisa bertahan dengan omong kosong dan kerja setengah-setengah. Dan sikap NATO ini lebih diminati, alesanya karena orang menilai orang lain dari omonganya. Bayangkan betapa kacaunya keteraturan yang diciptakan oleh alasan itu. Keteraturan itu mencipta dilema, membuat kita berada di pilihan tolol. Saya katakan tolol karena sepertinya ada semacam keterpaksaan yang membuat kita merasa, maaf kalo lebay, mengkhianati diri sendiri. Aih Tuhan, Tuhan yang Maha Tenang, siapakah pemilik riuh kesadaran dan ketaksadaran ini?

Saya kadang g paham tentang objek keindahan. Senja warna orange, cahaya matahari yang semburatan ddi awan mendung, perempuan/lelaki cantik/cakep. Bagaimana sedari kecil kita didoktrinasi oleh lingkungan dan dunia untuk memahami keindahan dalam mainstream umum?rasakan semuanya dengan perasaan. Apakah buruh lulusan SD paham di mana letak keindahan Bertha, andaikan pun ada, brapa persen si?Apakah seorang Andien menikmati betul pas bergoyang dangdut (yang saya artikan sebagai memahami keindahan)?Oh Tuhan yang membuatku merasa rendah, tidakkah bisa kau damaikan hatiku agar kutahu jika kau betul-betul kesempurnaan keindahan?

Saya juga g paham bagaimana waktu tidur kita diatur seenaknya oleh otoritas di luar diri kita. Yang mengerti kondisi kita dan situasi di sekitar kita ya cuma diri kita dan beberapa orang di lingkungan privat diri kita. Kok seenaknya ada orang ngatain kita mesti tidur minimal 8 jam sehari. Alasanya agar kesehatan badan kita tetap terjaga. Saya bayangkan berapa jam waktu tidur seorang buruh pabrik, waktu tidur baby sister, waktu tidur pembantu (pembantu embah saya yang kata tetangga-tetangga embah saya dapet majikan enak aja cuma tidur 5 jam!gmana kalo majikanya beringas?!).

Thursday, August 5, 2010

Rista dalam narasi serampangan

: R.A

Di manakah aku tinggal agar kau bisa mencintaiku?Oi rista, aku cinta kau tapi kenapa kau taruh cintamu di surga?

Rista, cinta yg di surga cuma jadi alat doktrinasi Tuhan yg narsis. Cinta yg di surga membuatmu lupa dunia, ia hanya mengingatkanmu untuk terus berdzikir memuja Tuhan. Oi rista, turunkan cintamu ke bumi.

Rista, cinta terlalu tolol untuk ditaruh di surga. Tapi cinta juga terlalu bagus untuk ditaruh di bumi. Cintaku adalah rindu berlebih yg membuatku tidak ingin ke surga. Cintaku bukan kesakitan berlebih yg membuatku menikmati tinggal di negara ini.