Sunday, December 6, 2009

Langkah

Terlalu dini bermain di halaman duhai gadis kecil. Kita biarkan saja teh hangat meranumkan hangat udara. Mungkin hujan ingin berakrab-akrab dengan air mata ibumu.

Kita berdua saling bercerita saja tentang riuh ayah kandungmu saat kau masih dalam kandungan. Betapa dia menantikanmu dengan segala semangat calon ayah. Mulai dari berhutang pada saudara-saudaranya dan menjual televisi, untuk membiayai kelahiranmu. Dia juga sempat membeli kereta bayi untukmu. Dia juga menyiapkan popok-popok berharga mahal, yang katanya kualitas utama. Kau begitu dinantikanya hingga dia rela melakukan kerja apa saja asal kebutuhanmu saat kau lahir sudah terpenuhi. Dia juga membanggakan padaku bahwa ibumu dimasukkan sebagai ibu hamil teladan di puskesmas.

Ayahmu meninggal, lalu kau lahir. Ibumu kunikahi. Serba mengecewakan bahwa aku tak bisa berperan saat kelahiranmu. Ayahmu sudah menyiapkan segalanya. Aku kebingungan saat ternyata kau mirip ayahmu. Aku kelelahan saat ibumu memusatkan perhatianya hanya padamu. Aku kecewa ternyata kau begitu manis bagi hatiku. Ternyata kau begitu perhatian padaku. Ternyata sepertinya kau menganggap akulah ayah kandungmu. Ternyata kau senang padaku. Dan ternyata kita bertiga sangat bahagia.

Malam ini ibumu kutampar. Dan aku tak tahu bagaimana kelanjutan kita bertiga. Dan aku tak tahu bagaimana kau bisa mengajakku bermain hujan, meninggalkan ibumu sendirian.

No comments:

Post a Comment