Friday, December 11, 2009

Demonstrasi (sebuah perhatian yang sok serius)

Saya ternyata merasa jika saya adalah anak yang kalem-kalem saja, sangat jarang peduli langsung atau melakukan tindakan langsung terhadap fenomena dunia di luar dunia saya. Itu yang saya rasakan waktu melihat (dengan terkejut) beberapa teman yang pagi-pagi sedang berdemonstrasi. Demonstrasi mahasiswa tentunya. Saya sudah lama sekali tidak demonstrasi (memang demo itu harus ya?) dan alam bawah sadar saya mungkin mengatakan pada saya bahwa saya mending jangan berdemo.

Suatu pagi yang saya pikir tidak cerah, saya mendapat SMS. Dari kalimat SMSnya, saya cuma merasa dia bertanya kabar saya saja. Tanpa beban apa-apa, ya saya ngeluyur aja ke markas kampus teman saya itu. Sampai di markas, kok ya sepi, padahal banyak barang yang bisa dicuri disana. Karena sepi saya pergi ke tempat lain. Lha di tempat lain ini, saya mulai berpikir memakai logika (sebelumnya saya tidak pernah berpikir memakai logika), saya terheran-heran dan terpesona oleh sekumpulan mahasiswi-mahasiswi cantik yang ikut demo. Saya heran betapa bodohnya perempuan-perempuan cantik itu ikut demo, kenapa tidak menemani saya saja nonton demo sambil minum es kencur. Karena pikiran saya makin tidak serius, saya kembali berpikir tentang demo. Demo menunjukkan bahwa anda-anda sebagai kaum muda memiliki kepedulian tingkat tinggi terhadap kemajuan dunia idealisme yang makin absurd itu tapi masalahnya ya itu, anda masih punya pikiran pragmatis. Haduh, sulit ne ngasi penjelasan secara analitis. Mari kita serius sebentar saudaraku!!

Jadi begini, pas demo, apa se yang kita bawa di suara kita?segala bentuk idealisme dan suatu tindakan di masa depan yang serba ideal. Jelas ga?ga?ffffyyyyuuuuhhhh.....Andaikan ada korban LAPINDO, lalu anda demo tentang fenomena LAPINDO, apa se yang anda bawa di suara anda?Tentang segala bentuk ideal bagi korban-korban LAPINDO yang memang seharusnya mereka dapatkan kan?bener kan?bener yaa???plliiisss....Nah, permasalahanya adalah ketika kita demo, kita masih punya kebutuhan pragmatisme yang timbul secara sengaja atau ga sengaja atau secara sadar atau ga sadar. Nah, karena permasalahn pragmatisme ini yang kadang sering kita utamakan terlebih dahulu, kita sering lupa kalo sebenernya Aburizal Bakrie itu harus mati atau setidaknya dihukum karena dialah penanggung jawab utama segala urusan. Bingung?yyoo wes lah, lha wong bu mentri aja kagak bisa ngadepin Ical, apalagi kita yang cuma orang-orang biasa.

Setelah berdemo apa se yang kita lakukan?melakukan perundingan, berdiskusitentang catering mana yang sebaiknya kita sewa kalo kita mau demo lagi?atau kita mungkin bermain musik dengan cici paramida?atau kenalan ama mahasiswi-mahasiswi cantik?ato nampang sok gagah karena kita udah kayak budiman sudjatmiko atau kayak aktivis-aktivis keren lainya (salah satu keuntungan menjadi aktivis adalah anda punya banyak keahlian ngerayu cewe atau punya penggemar cewe, mungkin setidaknya hal inilah yang menyebabkan kenapa begitu banyak mahasiswa yang menjadi aktivis). Atau anda bermain dengan pikiran anda, memainkan lagi idealisme anda yang sempat kocar-kacir karena begitu banyaknya idealisme-idealisme lain yang masuk kepala anda saat anda berdemo?atau apa?ternyata saya bukan orang yang pantas untuk melakukan segala kekerasan idealisme, saya lebih cenderung memilih sante-sante aja, cuek bebek, dan tentu saja leha-leha sambil memandang perempuan-perempuan cantik sambil membayangkan angelina jolie menari striptis di depan saya.

No comments:

Post a Comment