Sunday, December 6, 2009

Catatan kaki

Ada sebuah surat kukirimkan ke alamatmu kemarin. Tentang cinta, saat diselingi lagu Dewa 19. Aku sudah tak tahan menahan luka, tak tahan menahan gesekan biola. Engkau mungkin kata-kata indah yang sejak beberapa waktu kemarin meluka-luka, merajam-rajam semua kelelakian, dan Andra masih membayangkan gitarnya adalah vagina perempuan. Ada sampul coklat dan sedikit pekat yang kukirimkan ke alamat milikmu. Tak perlu semua duka, bukankah engkaulah yang mencipta duka, bukankah aku yang mencipta duka, bukankah dunia yang mencipta duka. Bukankah Sang pencipta hanya menyajikan cinta untuk tidak kita jadikan duka?Engkau hanya ingin tertawa bukan?Aku hanya ingin lagu cinta seorang pria naif. Bukankah Ari lasso lebih nikmat saat bersuara.

Aku juga tidak tahu harus berkata apa saat menulis surat itu, bukankah Dewa 19 juga hanya berputar-putar saat mendendangkan lagu cinta. Ada semacam resital piano di awal perasaanku, dhani ahmad?benarkah?dan aku harus berpikir sendiri perihal sepi, dhani ahmad?benarkah ia yahudi?bukankah puisi dan pikiranku juga semacam itu, serba abu-abu, cintamu?Cintaku?Tak ada rindu di suratku memang, hanya semacam sikap betapa duka adalah kapasitor sebuah cinta. Semoga ada kekuatan di dalamnya. Kadang aku berpikir engkau terlalu suci. Maaf.

Aku tidak ingin melanjutkan catatan ini. Hanya sedikit dari hitam rambutmu ingin kukecap dengan manis esok hari. Semoga kau tahu maksudku.

No comments:

Post a Comment