Sunday, May 22, 2011

Tenggelam

Pada sat engkau diciptakan dari bebatuan, aku sudah berlari-lari mencari penyelamatan. Tapi di kota, orang-orang tak lebih dari nelayan tersesat. Di dekatku selalu ada botol wiski yang mengikuti.

Dalam sepi yang hibuk, kabar penciptaanmu seperti wiski.

Aku terpecah, terbagi menjadi tiga. Aku merasa akan habis dalam kerlap-kerlip riwayat. Oh, aku tak lari ke dunia, tak jua tahu siapa yang bercakap dengan teka-teki.

Engkau bangkit, lalu menangis. Engkau mengehendak pada suara kata-kata.

Tak ada pencarian. Sebab kau hanya hafal fantasi tanpa tahu di mana letak sunyi dan kesakitan waktu. Langkah-langkahmu menumpuk, gagal. Lalu engkau akan mencoba meraih zaman.

Engkau akan mengigau perihal ibu dan pahala-pahala luka.

Lalu sehimpun kesendirian datang, menampung dusta. Tak selesai, tak akan selesai cakrawala kata. Keluarnya kalimat adalah keluarnya lanskap-lanskap malam tanpa bintang atau lampu.

Batas-batas rasionalitas semakin panjang. Seolah hidup memang dicipta sebagai jebakan.

Kemungkinan nanti, di setiap kesakitan yang membuat takut, pertanyaan adalah jawaban. Seperti kata-kata yang pada mulanya diciptakan sebagai kemungkinan.

No comments:

Post a Comment