Sunday, December 6, 2009

Kesimpulan setelah membaca surat seorang lelaki pada kekasihnya

Kami sering berbincang tentang luka itu. Aku berharap tidak ada yang terselesaikan. Agar kami masih dapat berbicara terus-menerus. Aku mencintainya sebagai teman debat di warung makan. Terutama saat jam tiga sore. Dan tentang luka yang kami bahas, seringnya malah menimbulkan luka baru, semacam tamparan, cacian, siraman es jeruk atau segenggam nasi yang dilempar ke wajah. Kami sering keterlaluan jika berdebat.

Kami sering berbincang tentang luka itu. Aku berharap luka itu makin bertembah parah. Agar suatu hari nanti hatiku makin terluka dan cepat mati. Kami sering berbincang tentang luka itu. Ibunya yang telah meninggal pernah dia khayalkan sedang menjahit luka itu menjadi syal tenun yang dia berikan padaku. Aku pun pernah memberinya sebuah buku bersampul vanilla kegemaran ibunya. Kami sering membicarakan luka itu hingga suatu hari dia melahirkan.

Kami masih sering membicarakan luka itu seandainya saja anak yang dia lahirkan menjadi teman baik ayahku.

No comments:

Post a Comment