Sunday, December 6, 2009

Anjing surga

Berbicara soal surga. Surga adalah tempat di ruang khayali manusia yang diciptakan sejak dari kecil sehubungan dengan penciptaan nilai-nilai agama yang juga ditanamkan sejak kecil. Bicara tentang surga tidak jauh dari bicara agama. Bicara agama, tentu ujung-ujungnya adalah Tuhan. Tuhan menurunkan agama lewat nabi-nabi terus lanjut ke entah-entah siapa sampe akhirnya turun di masa kini dengan segala tetek bengek akulturasinya, ketidakmurnianya. Dan surga pun menjadi tidak pure sebagai suatu tempat yang khayali. Surga akhirnya bisa diartikan sebagai metafora atas sesuatu yang nikmat, sesuatu hasil positif atas suatu pekerjaan, cenderung bisa langsung dinikmati.

Saya pengen bekoar-koar surga yang ada di ruang khayali yang diciptakan sejak kecil oleh pendidikan di bidang keagamaan. Dari kecil kita dididik, entah dengan cara yang normal atau tidak normal, tentang agama, tentu di dalamnya ada pendidikan tentang surga. Suatu niat dan atau perbuatan yang dipandang baik dan benar dari sudut pandang agama akan mendapat balasan surga. Sudah sering kita dengar dan tentu saja menyakini nya dengan logika yang paling mudah. Tapi saya lalu heran, siapakah yang menentukan kita masuk surga atau bukan?pertanyaan kedua, bukankah surga baru “menjadi sesuatu yang real” setelah kita meninggal, setelah kita menjadi sesuatu yang imajinatif bagi kita saat masih hidup ini.
Lho, kenapa tiba-tiba ngeluarin pertanyaan aneh dan ga nyambung itu?ah, iya…

Surga di kehidupan pragmatis dan praktis kita ini ga lebih sebagai suatu nama dari bentuk pembalasan yang secara jangka pendek dapat langsung dinikmati atas segala perbuatan kita yang dipandang baik dan benar dari sudut pandang nilai-nilai manusia kebanyakan, yang cenderung berpikir pragmatis dan praktis. Pas ngomongin nilai-nilai manusia kebanyakan yang pragmatis dan praktis tentu saja berbeda jauh dengan nilai-nilai agama. Jadi ada kemungkinan, dan cenderung besar, jika surga dalam kehidupan pragmatis dan praktis bisa berbeda jauh bahkan berlawanan dengan surga dalam sudut pandang agama.

Manusia yang berkehidupan secara pragmatis dan praktis adalah semacam binatang yang memiliki kejeniusan tinggi. Memang se-pragmatis dan se-praktis (yang artinya, se-binatang) apapun kehidupan manusia, dia tetap manusia yang oleh Tuhan diberi ruhani, perasaan, dan emosional. Artinya manusia juga tidak seratus persen berpikir pragmatis dan praktis, mereka juga kadang berpikir tentang kebutuhan ruhaniah. Tapi sayangnya, kebutuhan ruhaniah manusia pun seringnya dipenuhi secara praktis dan pragmatis, padahal ruhaniah adalah sifat-sifat yang membutuhkan suatu proses panjang untuk mencapai kebutuhanya.

Lalu maksudnya ini apa?hhhhmmmm…..binun saya. Begini lho, kita sering ngomongin surga dan tetek bengek Agama dan blablabla lainya, tapi kita nyadar ga se kalo kita sebenernya lagi tidak berpikir tentang surga yang sesuai agama. Kita lebih sering berpikir (baca: mengharapkan) hal-hal yang dalam jangka pendek cenderung bisa langsung dinikmati (baca: surga) atas suatu perbuatan kita yang dianggap baik dan benar oleh pandangan masyrakat umum. Memang, masyarakat umum juga menggunakan sudut pandang agama untuk memandang suatu kejadian tertentu, tapi itu bukan berarti kita lalu jadi orang yang ideal secara agama. Kita ini orang pragmatis oiii!!!!!!!!!!!!!Yang nentuin surga itu Tuhan bukan masyarakat umum, ato juga kyai!!Ga usah memberi kesan ato judgement kalo kita masuk surga atas suatu perbuatan kita!Pragmatis oii!!!!
Saya paling males kalo kita sok idealis!!Idealis tu simpen di otakmu aja njing!!Ga usah ngomongin surga kalo kita masih berpikir pragmatis!!Dasar anjing!!Tahu carana bedain cara berpikir pragmatis dan idealis?”Umur” dan “Pengalaman hidup” jawabanya. Idealis seseorang itu ditentukan ama seberapa banyak “asem-garem” seseorang dalam hidup dan tingkat berpikir. Dan kita masih muda!Dan kita Cuma kaum urban melayu yang sok modern!Jadi fuck!!Ga usah ngomongin surga (yang idealis)!!

No comments:

Post a Comment